BANDA ACEH - Ketua KPA Muzakir Manaf atau akrab disapa Mualem menggelar pertemuan khusus dengan Sofyan Dawood Kamis malam 1 Oktober 2015. Pertemuan ini turut dihadiri sejumlah mantan petinggi GAM, seperti Ayah Merin, mantan Kapolda GAM Abu Badawi, Sulaiman Bombai, aktivis SIRA Muhammad MTA, Teungku Jamaika, anggota DPR Aceh Tarmizi Payang, serta sejumlah anggota KPA lainnya. Pertemuan ini merupakan silaturahmi dalam rangka Idul Adha. Selain itu, silaturahmi ini diharapkan juga dapat bersatunya seluruh mantan eks kombatan GAM. Sofyan Dawood, mengaku ini bukanlah pertemuan pertama dirinya dengan Muzakir Manaf, pertemuan tersebut dapat memberikan contoh bahwa elit mantan kombatan menginginkan semua eks kombatan kembali bersatu.

Pertama, pertemuan dilakukan di tempat umum. Pemilihan tempat untuk suatu pertemuan tokoh politik tidak bisa dipandang sebagai hal yang sepele. Apalagi ini menyangkut pertemuan antara tokoh yang menang dan tokoh yang kalah dalam suatu kompetisi pilkada 2012 lalu.

Masing-masing pihak yang hendak bertemu tentu harus memperhitungkan efek politik yang akan muncul dari pemilihan tempat pertemuan itu. Sebab, di situ akan ada pertaruhan yang bersifat personal, terkait dengan persoalan gengsi, harga diri, dan ukuran-ukuran ketokohan dari masing-masing tokoh yang bertemu. pemilihan tempat pertemuan antara Muzakkir Manaf dan Sofyan Dawood di depan umum punya makna tersendiri. Di situ ada rasa hormat yang tinggi, yang coba ditunjukan oleh kedua belah pihak baik sebagai mantan pesaing tangguhnya dalam Pikada 2012.

Kedua, nilai dari pertemuan tersebut adalah Muzakkir Manaf menunjukan sikap yang berbeda dengan sikap Gubernur, Zaini Abdullah Pasca Pilkada 2012 lalu, dimana Zaini Abdullah tidak pernah mengadakan pertemuan terbuka dengan rival politiknya. Di sinilah terlihat adanya perbedaan sifat dan gaya antara Muzakkir Manaf dengan Zaini Abdullah. Muzakkir Manaf lebih mengedepankan sikap rendah hati dan berusaha merangkul rivalnya untuk menunjukkan kepada masyarakat Aceh bahwa persatuan harus diutamakan.

Ketiga, Muzakir Manaf tidak didampingi oleh petinggi partai pendukungnya. Tidak adanya petinggi parpol dari Koalisi Aceh Bermartabat (KAB) yang mendampingi Muzakkir Manaf saat bertemu Sofyan Dawood terkesan ganjil. Tetapi pada hal yang lain menunjukan Muzakkir Manaf sudah mampu menjadi dirinya sendiri. Disebut ganjil, karena pertemuan dua tokoh itu merupakan pertemuan politik. Bahkan bisa disebut sebagai pertemuan politik yang paling penting. Tetapi keberanian Muzakir Manaf ntuk tetap bertemu dengan rival politikny tanpa didampingi petinggi KAB sudah benar. Muzakkir Manaf sudah mampu menunjukan bahwa dirinya tidak berdiri atas satu golongan dan kelompok, sehingga tidak memperkeruh perdamaian Aceh.

Keempat, publik memang menunggu pertemuan kedua tokoh, Muzakir Manaf dan Sofyan Dawodini, bukan saja simbolik namun juga diikuti oleh relasi cair dalam praktik mengelola kekuasaan kelak. Begitu pula pembelahan dalam tubuh mantan kombatan yang sifatnya pragmatis tidak perlu terjadi, akan tetapi yang diperlukan spirit persatuan dan pembangunan untuk mensejahterakan semua rakyat aceh. Pertemuan antara Muzakir Manaf dan Sofyan Dawood ini juga menjadi bagian terobosan mengatasi kebekuan dalam relasi politik kedua tokoh itu pasca Pilkada 2012 lalu. Tradisi ini penting, karena bangsa ini pernah merasakan pengalaman buruk bagaimana antar tokoh yang berseteru secara personal yang ternyata berdampak negatif di mata masyarakat. Bagaimanapun juga dalam demokrasi menuju yang berkualitas prasyarat penting adalah kematangan sikap dan mental politisinya dalam menjalani persaingan.

Politik di Aceh sangat dinamis ditengah hegemoni ketua partai aceh Muzakir Manaf untuk memilih calon gubernur pada pilkada 2017 nantinya. Perdebatan siapa yang akan mendampingi Mualem semakin hangat dibicarakan setelah beberapa manuver politik diketahui publik bahwa selama ini elit politik baik mewakili parnas atau parlok melakukan pertemuan dengan Mualem.

Pertemuan Mualem dengan Sofyan Dawood, bisa jadi adalah langkah awal untuk membuka jalan baru kebuntuan politik antara PA dan PNA yang selama ini cukup menyita perhatian masyarakat. Sinyal yang dikirim oleh tokoh politik tersebut cukup kuat, karena periode awal pembentukan partai lokal semua kubu eks kombatan bersatu dalam Partai Aceh.

Banyak tekateki untuk menjawab pertemuan tersebut, karena selama ini Mualem kerap melakukan pertemuan dengan elit parnas seperti PAN, Demokrat, PPP, Nasdem dan Gerindra. Pertemuan tersebut menimbulkan banyak komentar dan analisa, seperti Demokrat yang mana jika mendukung Mualem secara penuh tanpa ada mahar politik, tapi kita juga harus melihat bagaimana sikap DPP Demokrat di Jakarta yang belum mendukung penuh calon tunggal.

Partai Golkar juga melakukan pertemuan dengan Mualem yanb melahirka beberapa kesimpulan. Sejumlah agenda di bahas dalam pertemuan tersebut terutama persoalan arah dukungan politik Golkar untuk pilkada 2017 nantinya. Sebuah kesepakatan penting yang tercapai dalam pertemuan itu adalah tiga partai politik yaitu Golkar versi ARB, PPP dan Gerindra mendukung penuh Muzakkir Manaf untuk maju dalam pilkada. Dukungan yang diberikan oleh Golkar bukanlah makan siang gratis, semua tindakan tersbut harus di bayar dengan kompromi dimana Mualem harus mendukung perubahan struktural partai golkar di DPRA.

Pertemuan dengan petinggi PAN, Muzakir Manaf juga melakukan promosi diri bahwa sudah mendapat dukungan dari parnas untuk pilkada mendatang. Angin segar perlu dihembuskan oleh Mualem, karena PAN menjadi salah satu yang sulit untuk dikendalikan karena baru menyatakan diri keluar dari koalisi.

Bandul politik mualem terus bergerak untuk menghadapi pilkada 2017 mendatang. Peluang yang ada pasti akan dimaksimalkan dengan baik untuk mempertahankan kekuasaan. Apapun yang ditunjukkan oleh Muzakkir Manaf ke publik selama ini hanya manuver manuver untuk membangun opini masyarakat tentang politik aceh kedepan. Disitu sikap kedewasaan politik memulai sikap baru jangan saling dendam dan bermusuhan. Jangan sampai diawetkan perselisihan personalnya, namun harus cair. Begitu cairnya hubungan antar tokoh tetap memberi makna untuk saling mengontrol dalam menjalankan pemerintahan.

Published by Admin

Politik Untuk Keadilan dan Kesejahteraan Rakyat Aceh