JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laode Muhammad Syarif, mengatakan, pihaknya pada 2017 masih akan fokus mengawasi aliran dana di daerah-daerah setelah adanya otonomi daerah. Menurut dia, ada beberapa daerah yang secara khusus menjadi perhatian KPK.
“Semua daerah, dan khususnya di pilot province KPK, Aceh, Sumatera Utara, Riau, Banten, Papua, dan Papua Barat,” kata Laode, Minggu (1/1).
Menurut Laode, sejak adanya otonomi daerah, ada banyak aliran dana dari pusat ke daerah. Namun aliran dana tersebut tidak terawasi dengan baik, khususnya daerah-daerah yang jauh dari Pulau Jawa.
Laode menuturkan, pihaknya pada 2017 akan mempererat kerja sama dengan aparat penegak hukum di daerah guna mengawasi aliran dana ke daerah tersebut. Menurut dia, cara itu dilakukan agar pengawasan tidak hanya dilakukan kepada daerah-daerah di Pulau Jawa.
“KPK ingin melebarkan jangkauannya sampai ke pulau-pulau terluar dengan bekerja sama dengan aparat penegak hukum,” tuturnya.
Meski begitu, Laode membantah bahwa kini KPK memiliki prioritas utama menggelar operasi tangkap tangan terhadap pemimpin daerah. Laode menilai operasi tangkap tangan hanya bersifat insidental. Cara tersebut dilakukan apabila KPK mendapatkan laporan dari masyarakat.
KPK belum lama ini menggelar operasi tangkap tangan, yaitu pada 30 Desember 2016. KPK menangkap tangan Bupati Klaten Sri Hartini dalam kasus dugaan suap pengisian jabatan di Kabupaten Klaten. Dalam operasi tangkap tangan itu, KPK menyita uang Rp 2 miliar dan pecahan valuta asing US$ 5.700 serta Sin$ 2.035.
Tren penegakan hukum yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah fokus melirik persoalan daerah. Hal itu tampak dari sejumlah operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK. Sepanjang tahun 2016, setidaknya ada empat kepala daerah yang terjaring OTT.
Pakar Hukum Pidana Romli Atmasasmita mengatakan, kecenderungan KPK menggarap kasus korupsi atau suap di daerah, hendaknya dibarengi dengan penambahan jumlah penyidik KPK di daerah-daerah. “Perlu dipertimbangkan pembentukan KPK di daerah-daerah,” kata Romli, Minggu (1/1).
Romli menilai, dengan jumlah personel KPK yang ada, lembaga antirasuah pimpinan Agus Rahardjo itu akan kewalahan memelototi tiap kasus korupsi di daerah. Karenanya, kata Romli, pembentukan KPK di daerah bisa menjadi solusi.
Meski masih terkendala pada anggaran, lanjut Romli, pembentukan KPK di daerah bisa dimulai dengan revisi Undang Undang KPK. Melalui revisi UU KPK tersebut, akan diatur pula tugas pokok dan fungsi KPK di daerah. “KPK di daerah bisa fokus penyelidikan, sementara penyidikan dan penindakan tetap dilakukan di pusat,” ucap Romli.
Selain mengatur kinerja KPK di daerah, lanjut Romli, revisi UU KPK juga diperlukan sebagai dasar pembentukan Dewan Pengawas KPK. Romli mengatakan, pembentukam Dewan Pengawas KPK diperlukam untuk mengontrol kerja-kerja KPK.
“Kalau tidak ada Dewan Pengawas, siapa yang akan kontrol KPK Keberadaan Dewan Etik saat ini masih kurang maksimal,” kata Romli.[] tribunnews