DARURAT ROKOK DI ACEH

0
74
DARURAT ROKOK DI ACEH

POLITIKACEH.CO - Kesehatan adalah salah satu kebutuhan utama kehidupan manusia dan untuk menjaganya dan mencapai hal tersebut adalah menjadi tanggung jawab pribadi, sosial dan pemerintah. Sehat adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi meliputi fisik, mental, sosial dan spritual merupakan satu kesatuan yang utuh. Salah satu faktor yang secara langsung mempengaruhi fisik adalah rokok.

Hampir semua organ tubuh akan terpengaruh oleh rokok maupun asap rokok, dalam satu batang rokok setidaknya mengandung 4000 senyawa kimia, 40 diantaranya termasuk racun (toksin) dan zat yang dapat menyebabkan kanker (karsinogenik).

Angka perokok di Provinsi Serambi Mekkah telah menempati posisi 37,1 % diatas rata-rata nasional yang hanya 34,7 % sehingga terdata orang Aceh menghisap 30 batang rokok perhari yang termasuk kategori perokok berat (level 4) meningkat tajam dibanding tahun 2007 yang hanya menghabiskan 19 batang rokok perhari. Gambaran di atas bermakna 8 dari 10 laki-laki di Aceh adalah perokok.

Sehingga telah berdampak tidak hanya pada kesehatan fisik tapi juga telah berpengaruh buruk terhadap sosial ekonomi masyarakat yakni mencapai 12,99 % dari pendapatan perbulan dikeluarkan untuk rokok sehingga menempati posisi kedua terbesar pengeluaran setelah beras (BPS Aceh).

Gambaran tersebut di atas telah dapat memenuhi katagori keadaan darurat, karena pada dasarnya rokok bukanlah kebutuhan pokok kehidupan manusia. Saat ini pemerintah telah terpaksa memasukkan komoditas rokok yang sebenarnya bukan bahan makanan menjadi komoditas kebutuhan dasar makanan, karena telah jauh melampaui pengeluaran untuk membeli daging yang hanya 0,61 %  perumahan dan bahkan pakaian serta ikan. Sangking besarnya konsumsi rokok di Aceh telah menyebabkan terjadi peningkatan angka kemiskinan (profil kemiskinan, BPS Aceh). Sebagai gambaran kebutuhan beras, memberi sumbangan kemiskinan hingga 41,25 % dan rokok kontribusinya terhadap kemiskinan mencapai 14,10 %.

Bahaya dan tingkat konsumsi rokok juga merambah anak-anak berusia 10 sampai 16 tahun yang mencapai angka 28 % yang telah menjadi perokok dan 70 % diantaranya adalah akibat pergaulan atau pengaruh teman (Yayasan Jatung Sehat Indonesia). Selanjutnya rokok juga mampu menjadi bencara kepada perokok pasif seperti bayi atau anak yang orang tuanya merokok sangat rentan terkena penyakit, bukan hanya terkena asap rokok secara langsung namun residu beracun dari asap rokok yang tertempel di baju orang tuanya bisa terhirup dan akan sangat berbahaya bagi kesehatan anak tersebut. Uraian di atas hendaknya dapat memberi gambaran kepada masyarakat dan khususnya Pemerintah Aceh untuk sesegera mungkin mengambil tindakan perspektif, meliputi :

Pertama ialah penyuluhan di segala lini dan dengan berbagai metoda yang dapat menyentuh langsung para perokok

Yang kedua, membuat qanun (peraturan) yang jelas tentang larangan yang berhubungan dengan rokok

Dan yang ketiga, membudayakan area bebas rokok, memberi penghargaan secara sosial pada orang, badan atau lembaga yang bergerak di bidang anti rokok

Demikian sekilas gambaran perkembangan para perokok di Aceh yang secara turun temurun memiliki budaya merokok namun saat ini rasa telah melewati ambang batas kesehatan dan kelayakan sosial, hal tersebut dipengaruhi juga oleh semakin bebasnya iklan di setiap sudut daerah dan sangat sedikitnya pioner-pioner yang bergerak di bidang anti rokok ditambah pula belum adanya acuan peraturan (Qanun) yang jelas untuk menekan perkmebangan rokok yang semakin mengancam generasi di Aceh.

Oleh : YULISA

*Penulis merupakan Mahasiswi Program Studi Magister Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Aceh